“Aduh, kurang ajar! Minggir
sana!” teriak Maryanah sambil melemparkan tubuh Bambu ke lantai agar menjauh
dari tumpukan ayam bakarnya.
Bambu terpelanting di lantai dapur, sambil bangkit dia hanya
mengeong lirih. Menahan sakit, menahan lapar. Sebelumnya dia membayangkan empuk
dan lezatnya satu potong ayam untuk pengisi perutnya yang kosong dari kemaren
sore. Padahal biasanya jam segini dia sudah tidur di bangku teras dengan perut
yang sudah kenyang.
Lesu dia berjalan ke teras. Menunggu Yamin, sang ayah majikan yang baik dan sangat menyayanginya.
Bambu, hanya kucing kampung jantan berwarna putih oren dengan ekor
lurus panjang, yang ditemukan Yamin 7 bulan lalu saat masih berumur sekitar 2
bulan, terdengar mengeong di depan minimarket saat dia sedang membelikan kebutuhan
dapur pesanan istrinya. Mungkin si kucing kecil mengeong karena dia kehilangan
jejak induk atau majikannya. Kondisi si kucing kecil yang sendirian dan sore
itu awan cukup gelap. Khawatir akan turun hujan, Yamin kembali masuk ke minimarket
untuk membelikannya makanan kering. Dipangkunya kucing kecil di atas motor saat
menuju rumahnya.
Semenjak itu, kucing kecil yang diberinya nama Bambu resmi memiliki
tuan yang akan menyediakannya makan dan tempat untuk berteduh. Seolah
dijanjikan tempat yang nyaman dari sepakan kaki orang-orang yang jijik terhadap
kucing dekil liar, dan cengkeraman dari anak-anak kecil iseng yang menjadikan
anak kucing sebagai mainan, ternyata perlakuan dari dua majikannya sangat
berbeda.
“Bu, ayah udah telat, nih.
Tadi di bengkel ngantri banget, jadi motor ayah dipegang Bang Rajib udah sore,”
jelas ayah sambil bergegas mandi bersiap pergi kerja shift malam.
“Terus itu siapa yang bersihin kotoran Bambu? Tuh, tadi dia buang
kotoran di pojokan teras, bikin bau.”
“Ibu tutup pake pasir dulu aja, besok pagi sepulang kerja biar ayah
yang bersihin,” terang ayah selesai mandi. Sambil merapikan baju, “sama tolong
kasih Bambu nasi sama ikan asin di kulkas, ya, Bu, ayah lupa belum beli makanan
keringnya. Besok sepulang kerja, Ibu mau nitip apa?”
Maryanah hanya mendengkus, tanpa menjawab. Dia terus berkutat
dengan pesanan kateringnya di dapur. Maryanah memang bukan pecinta hewan. Namun
begitu, Maryanah adalah seorang yang sangat baik terhadap sesamanya. Masakan yang
enak dan didukung dengan hubungan sosial yang baik membuat usahanya mampu
berkembang dan bertahan sekian lama.
Lamat-lamat terdengar deru motor Yamin, Sang Ayah yang selalu
dinantinya. Langsung bangkit dan meloncat dari posisi meringkuknya di bangku teras,
Bambu berlari menghampiri arah suara itu. Tak salah. Yamin terlihat di jalan
gang menuju rumahnya. Sambil terus berlari di samping motor dan menyesuaikan
kecepatan motor yang masih berjalan, akhirnya kaki Bambu dan motor Yamin
berhenti bersamaan di depan pagar rumah bercat hitam doff.
Sambil mengeong dia terus mengusapkan kepalanya ke kaki Sang Ayah.
Sampai teras, ayah yang sudah duduk di bangku, bekasnya tidur saat menunggu
Yamin pulang, dia membuka bungkus besar yang pasti berisi makanan kering
untuknya. Dituangnya sejumput ke lantai, lahap Bambu menghabiskannya,
dituangnya lagi sebelum Yamin beranjak dari duduknya dan berjalan masuk ke
dalam rumah.
“Kucing Ayah, tuh, tadi ngendus-ngendus mau makan ayam bakar
pesenan Bu Lita. Kesel-kesel, besok aku buang dia di pasar kalo kamu ga mau
buang!” disambutnya Sang Suami dengan omelan.
“Namanya juga hewan pemakan daging, coba kalo kamu kasih dia satu
atau dua potong ayam itu, pasti dia ga berusaha mengendap untuk mencuri,”
seloroh Yamin dengan santai sambil berganti pakaian di kamar.
“Huh, enak aja!”
***
Meow...
Lesu dia terduduk dalam kandang yang tidak terlalu luas. Mainan
kecil yang diikat dengan tali dalam kandang berwarna hitam yang dihuni Bambu,
akan mengayun tiap badannya bergerak, bukan karena sengaja dimainkan.
Matanya kosong menatap pintu toko yang tertutup. Ada kebahagian
yang masih menjadi harapnya. Namun, tak ada lagi keceriaan sekarang. Walau karyawan
toko sudah mencoba untuk mengeluarkan dari kandang, atau bahkan pernah
didekatkan dengan kucing betina cantik yang di sana, tapi tak juga membuat
Bambu ceria seperti kucing sewajarnya.
Sudah 3 minggu Bambu berada di sebuah toko perlengkapan hewan. Awalnya,
Yamin membawa Bambu yang sakit akibat tertabrak agar mendapat perawatan dokter
hewan. Kondisi Bambu saat itu, keluar darah dari mulut dan tulang kakinya
mungkin patah, karena Bambu tak mampu berjalan.
“Kucing Bapak harus perawatan di sini dulu untuk beberapa hari, ya,
Pak. Kami akan kabari kalau kondisinya sudah membaik,” ujar dokter hewan yang
sedang berjaga.
“Baik, Dok.”
Digenggam dan diusapnya lengan berbulu yang masih tergeletak lemah
dalam pembaringan itu.
“Ayo, Bambu, kamu kuat! Anak pinter. Nanti ayah jemput kamu untuk
pulang ke rumah lagi, ya!” janji Yamin, seolah Bambu adalah anak kecil yang
lahir dari rahim istrinya. Begitu sayangnya dia pada hewan ciptaan Tuhannya.
Esok harinya, Yamin datang untuk menjenguk anak bulunya. Seperti
seorang anak yang rindu kepada ayah kandungnya, Bambu mengeong dari kandangnya
saat dari kaca ruangan terlihat sosok Yamin dengan sepeda motornya berhenti di
depan toko tepat searah dengan posisi kandangnya diletakkan.
Kakinya dibalut kasa, tubuhnya masih lemah karena belum sanggup
makan akibat gigi taringnya ada yang terlepas. Perutnya menggelambir kempis.
Tertancap selang infus di tangan kanannya.
Diusap lembut leher kucing itu. Ah, pasti sakit sekali rasanya.
“Cepat pulih, Bambu. Kita pulang lusa. Akan ibu siapkan dada ayam
khusus untukmu,” ucap Yamin setelah mendapat informasi dari karyawan toko bahwa
lusa Bambu sudah diperbolehkan pulang.
Dalam perjalanan pulang, “Yah, kok gas mendesis. Cepat pulang, ya!”
Terdengar nada panik dalam telepon sang istri.
Yamin memacu sepeda motornya lebih kencang dari biasa. Dia tak
ingin terjadi hal buruk pada Maryanah. Dalam kacaunya pikiran dan pandangan
yang tidak fokus pada kondisi jalan, Yamin mengerem mendadak saat melihat ada
pengendara lain menyeberang dengan jarak yang sudah sangat dekat dengannya.
Karena Yamin hanya menginjak 1 pedal rem, maka ban belakang motornya
terpelanting, sedangkan dari belakang motornya ada pengguna motor lain yang
lajunya tak kalah kencang.
Saat tubuh Yamin terpental, motor belakangnya yang juga terpental
akibat menabrak motor Yamin, tapi nahasnya motor orang tersebut jatuh menimpa
dada Yamin sebelum terpental lagi.
Warga berkerumun, ada yang berusaha menghubungi polisi, ada yang
berusaha menghubungi keluarga. Namun, sebelum polisi dan Maryanah tiba di
lokasi, Yamin menghembuskan nafas terakhir. Tempurung kepala Yamin pecah dan
tulang rusuknya patah mengenai paru-paru dan jantung.
***
19
hari sejak meninggalnya Yamin, Maryanah sudah kembali ke dapur, menghibur dan
menyibukkan diri dengan usaha kateringnya. Dan Bambu, masih termangu dalam
kandang toko, yang tak akan pernah makan dada ayam rebus sesuai janji Yamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar